Dasar Pembentukan Desa Bojongkulur adalah Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kecamatan (Lembaran Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2003 Nomor 127, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bogor Nomor 8); bahwa Desa Bojongkulur bagian dari 10 (sepuluh) Desa di Kecamatan Gunungputri Kabupaten Bogor. Adapun 10 desa tersebut adalah Desa Wanaherang, Desa Bojong Kulur, Desa Ciangsana, Desa Gunung Putri, Desa Bojong Nangka, Desa Tlajung Udik, Desa Cicadas, Desa Cikeas Udik, Desa Nagrak dan Desa Karanggan.
Bojong kulur menurut kata berasal dari Ujung dan Lor/Kaler karena berada pada di bagian Ujung/Utara, Bojong kulur menurut kata berasal dari UJUNG dan LOR/KALER (karena wilayah ini diapit oleh dua sungai disebelah timur Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas disebelah barat, kemudian kedua sungai itu bertemu disebelah utara desa ).
Desa Bojong kulur adalah sebuah desa yang dahulunya (sebelum Republik Indonesia merdeka) merupakan tempat persinggahan tentara Sultan Agung dari Mataram yang akan menyerang Kumpeni Belanda di Batavia (DKI Jakarta sekarang). Ini di buktikan dengan adanya makam-makam (situs-situs) seperti : Makam RADEN KAPITAN SALEH yang terletak di Kp. Lembur (tepatnya di samping Perumahan Vila Nusa Indah Blok V RW 23).
Setelah Republik Indonesia Merdeka pada tahun 1945 Desa Bojongkulur 5 tahun kemudian memiliki Kepala Desa yaitu ; Pertama Lurah SANDRO (1950-1958), Kedua Lurah JUKIH/MARJUKI (1958-1967), Ketiga MANCUR/MANSYUR (1967-1980), Keempat APENDI (1980 –1982), Kelima SUPARDI (1982-1983), Ketujuh UCU SUGIWA (1983-1984), Kedelapan ALWI (1984-1985). Pada masa Kepala Desa ini diadakan pemilihan Kepala Desa yang dikuti oleh 3 (tiga) Kontestan; Sdr. MARTA, Sdr. ASMAWIH dan ATAN HAMID (sdr. MARTA adalah pemenang dari pemilihan Kepala Desa tersebut, dan berkuasa dari tahun (1985-1993). Pada masa pemerintahan Sdr. MARTA mulai babak baru adanya pengembang yang membebaskan lahan warga untuk di jadikan lokasi perumahan Vila Nusa Indah .
Kepala Desa selanjutnya adalah pejabat desa yaitu Sdr. ATAN HAMID (1993-1994). Pejabat ini adalah seorang Sekdes pada masa pemerintahan Sdr. MARTA. Kepala Desa selanjutnya adalah Pejabat DRS. RUMANUL HIDAYAT, SH (1994-1995) dimasa ini diadakan lagi pemilihan Kepala Desa yang diikuti oleh 3 Orang kotestan: Sdr. MARTA, Sdr. ASMAWIH dan Sdr. ATAN HAMID dimenangkan oleh Sdr. ASMAWIH (1995–2003) pada masa akhir jabatannya diadakan pemilihan Kepala Desa yang diikuti oleh 2 (dua) orang yaitu : Sdr. HM.SUNTA (mantan Sekdes pada masa ASMAWIH) Sdr. AMIN SUGANDI (TOKOH PEMUDA) Pemenangnya adalah HM.SUNTA yang kemudian menjabat dari tahun 2003-2008, kemudian terpilih lagi untuk periode kedua 2008-2014. Kemudian estafet kepemimpinan berlanjut kepada Bapak Firman Riansyah yang terpilih menjadi Kepala Desa Bojongkulur pada periode 2014 – 2020. Selanjutnya dipercaya kembali oleh Warga Desa Bojongkulur untuk kembali memimpin Desa Bojongkulur di periode kedua tahun 2021 – 2029.
Bojongkulur, Desa Peninggalan Prajurit Sultan Agung Mataram..?
Desa Bojongkulur adalah sebuah desa di wilayah paling utara Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan hampir 70 % wilayahnya adalah lokasi Perumahan Vila Nusa Indah. Bojong secara harfiah berasal dari bahasa sunda berarti dataran yang menjorok ke air, seperti tanjung atau tepi sungai, sedangkan Kulur berasal dari bahasa sunda dari kata Lor/Kaler yang artinya Utara.
Bojong Kulur berarti wilayah yang berada di ujung utara dan keberadaannya diapit oleh dua sungai disebelah timur Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas disebelah barat, kemudian kedua sungai itu bertemu disebelah utara desa yang selanjunya disebut Sungai atau Kali Bekasi dan sudah berada di wilayah administratif Kota Bekasi.
Dari segi sejarahnya desa bojong kulur ini menjadi menarik karena berdasarkan cerita masyarakat, dahulunya sebelum Republik Indonesia merdeka, adalah merupakan tempat persinggahan tentara Sultan Agung dari Mataram yang menyerang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda yang bepusat di Batavia (DKI Jakarta sekarang) tahun 1628 M dan 1629 M.
Cerita Ini di buktikan dengan adanya beberapa makam keramat atau situs sejarah yang terletak di beberapa kampung dalam desa bojong kulur. Dari beberapa makam tersebut yang terkenal adalah makam keramat Raden Kapiten Saleh yang terletak di Kp. Lembur (tepatnya di samping Perumahan Vila Nusa Indah Blok V RW 23)
Tercatat bahwa pada tahun 1628 M dan 1629 M, Sultan Agung, raja Mataram saat itu mengutus Tumenggung Bahureksa dan Dipati Ukur sebagai seorang adipati di Priangan atau Tatar Ukur untuk memimpin pasukan menyerang Batavia yang saat itu dikuasai VOC dan berniat mengusir VOC dari Pulau Jawa . Dipati Ukur menggunakan jalan darat, sedangkan Tumenggung Bahureksa memimpin penyerangan lewat jalur laut atau samudra. Sayangnya kali ini Dipati Ukur gagal meraih kemenangan.
Sebagai akibat kegagalan tersebut, Dipati Ukur harus siap menerima hukuman. Sudah menjadi kebiasaan di masa kepemimpinan Sultan Agung bahwa hukuman mati adalah balasan bagi pemimpin pasukan yang kalah. Mengingat dan mempertimbangkan segala risiko, Dipati Ukur memilih untuk tidak pulang ke Mataram, melainkan kembali ke Tatar Ukur dan berniat memajukan tanah air beserta rakyatnya. Keputusan yang ia tahu akan membuat Sultan Agung murka serta memburunya.
Bojong Kulur sebagai sebuah wilayah dekat dengan Batavia saat itu, diperkiran menjadi salah satu tempat prajurit Dipati Ukur untuk mempersiapkan diri untuk menyerang dan mengundurkan diri ke beberapa pengunungan disekitar Priangan (Bandung Raya). Sepertinya lokasi Bojong Kulur yang mudah diakses melalui Sungai Cileungsi dan Cikeas dijadikan lokasi yang cocok untuk meninggalkan perlengkapan perang dan menyimpannya dalam bentuk makom atau petilasan di beberapa tempat yg sekarang disebut Makam Keramat.